Badai di SPBU Shell: Bensin Langka, Karyawan Terancam PHK Massal?
- Badai kelangkaan bensin terpa SPBU Shell. Manajemen pastikan tidak ada PHK massal, tapi operasional dan staf disesuaikan.

Alvin Bagaskara
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID – Badai tengah menerpa jaringan SPBU Shell di Indonesia. Kelangkaan pasokan bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin kini berbuntut pada isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang viral di media sosial, memicu kekhawatiran di kalangan karyawan dan pelanggan setia.
Kabar mengenai PHK ini menyebar luas di berbagai platform, menyebut bahwa stok bensin Shell akan habis total pada minggu ketiga September. Akibatnya, banyak karyawan SPBU disebut-sebut akan dirumahkan, meninggalkan hanya segelintir staf untuk menjual produk non-bensin.
Menanggapi isu panas ini, manajemen Shell Indonesia akhirnya buka suara. Lantas, benarkah akan ada PHK massal, dan separah apa sebenarnya kondisi kelangkaan BBM saat ini? Mari kita bedah tuntas.
1. Isu Viral di Media Sosial
Kepanikan ini dipicu oleh unggahan-unggahan di media sosial, salah satunya dari akun X @ganissatanica. Dalam unggahannya, ia menulis bahwa stok bensin Shell diprediksi akan habis dan banyak karyawan yang akan terkena PHK dalam waktu dekat.
"Minggu ketiga September stock diprediksi habis sehingga banyak yang akan kena PHK. Shell akan tetap buka cuman jualan oli dan diesel (dengan komposisi 2 staff dalam 1 shift)," tulis unggahan tersebut, memberikan gambaran yang cukup detail mengenai situasi.
Narasi serupa juga beredar di platform Threads, di mana seorang pengguna mengklaim bahwa stok impor tidak akan ada lagi hingga tahun depan. "Kalo stock yang di terminal penyimpanan abis, selesai sudah," tulis unggahan tersebut, menggambarkan situasi yang genting.
2. Jawaban Manajemen Shell: Bukan PHK, Tapi Penyesuaian
Menjawab isu ini, President Director and Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, memberikan klarifikasi. Ia tidak menggunakan kata PHK, namun mengakui adanya "penyesuaian kegiatan operasional" yang sedang dilakukan oleh perusahaan.
"Kami melakukan penyesuaian kegiatan operasional di jaringan SPBU Shell selama produk BBM jenis bensin tidak tersedia secara lengkap, termasuk penyesuaian jam operasional dan tim yang bertugas melayani para pelanggan," ujar Ingrid kepada media, Selasa, 16 September 2025.
Pernyataan ini, meskipun tidak secara gamblang membenarkan adanya PHK, mengindikasikan adanya pengurangan aktivitas dan jumlah staf di SPBU. Ini adalah cara halus untuk mengatakan bahwa memang ada efisiensi yang sedang berjalan akibat kelangkaan pasokan.
3. Kondisi di Lapangan: Bensin Langka, Layanan Lain Tetap Buka
Manajemen Shell mengonfirmasi bahwa produk BBM jenis bensin seperti Shell Super, Shell V-Power, dan Shell V-Power Nitro+ memang tidak tersedia di beberapa jaringan SPBU hingga pemberitahuan lebih lanjut. Kelangkaan ini menjadi masalah utama yang dirasakan langsung oleh konsumen.
Namun, Ingrid menegaskan bahwa Shell akan tetap melayani pelanggan dengan produk yang masih ada, seperti BBM jenis diesel. Selain itu, layanan non-BBM seperti minimarket Shell Select, pengisian daya mobil listrik Shell Recharge, bengkel, dan penjualan pelumas akan tetap beroperasi.
Upaya ini dilakukan untuk memastikan bahwa SPBU Shell tidak sepenuhnya tutup. Meskipun produk utamanya langka, perusahaan berusaha untuk tetap memberikan layanan lain kepada para pelanggan setianya sambil menunggu pasokan kembali normal.
4. Akar Masalah: Kuota Impor Tambahan yang Tak Kunjung Turun
Masalah pasokan BBM di SPBU swasta, termasuk Shell, sebenarnya telah berlangsung sejak Agustus 2025. Kementerian ESDM menyebut bahwa para pengelola SPBU swasta tidak memperoleh kuota impor tambahan untuk BBM dari pemerintah, yang menjadi akar masalahnya.
Ketiadaan kuota impor tambahan inilah yang menjadi penyebab utama dari kelangkaan pasokan di lapangan. Tanpa adanya izin impor baru, SPBU swasta seperti Shell menjadi sangat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan BBM jenis bensin mereka dari luar negeri.
Kondisi ini menunjukkan betapa krusialnya peran kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas pasokan energi di dalam negeri. Keterlambatan atau ketiadaan kuota impor secara langsung berdampak pada ketersediaan produk di level konsumen akhir.
5. Solusi dari Pemerintah: Beli Saja dari Pertamina
Untuk mengatasi hal ini, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyarankan sebuah solusi pragmatis. Ia meminta agar para pengelola SPBU swasta, termasuk Shell, membeli kebutuhan BBM mereka langsung dari Pertamina, BUMN energi nasional yang memiliki akses impor lebih besar.
Lebih lanjut, pengelola SPBU juga diminta untuk menyerahkan data terkait volume dan spesifikasi BBM yang dibutuhkan kepada Kementerian ESDM. Data inilah yang nantinya akan menjadi dasar bagi Pertamina untuk menentukan langkah pengadaan selanjutnya.
Mekanisme ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka pendek. Dengan data tersebut, Pertamina bisa merencanakan kebutuhan pengadaan, termasuk kemungkinan melakukan impor tambahan, untuk kemudian disalurkan kembali ke SPBU-SPBU swasta yang mengalami kelangkaan.

Alvin Bagaskara
Editor